Referensi

Jasa Web Design

Thursday, February 28, 2008

Jakarta:Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pemerintah tidak transparan mengenai tarif listrik. Rencana penerapan tarif insentif dan disinsentif merupakan skenario menaikan tarif dasar listrik.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kebijakan tarif insentif dan disinsentif secara ekonomi termasuk kategori kenaikan tarif listrik. Alasannya, pemakaian listrik di Jawa dan Bali melebihi patokan standar nasional 75 kilowatt per jam (kWh). Dia meminta pemerintah jujur mengenai rencana kebijakan tersebut. “Harus jujur bahwa kebijakan itu merupakan bagian skenario kenaikan tarif dasar listrik,” ujarnya, Rabu (27/2).

Menurut dia, selama ini konsumen merasa asing dengan istilah tarif insentif dan disinsentif. Bahkan, kata Tulus, banyak konsumen tidak bisa membaca biaya pemakaian listrik yang menggunakan patokah kWh. "Konsumen sulit memahami," ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfataan Energi J. Purwono akan memberlakukan tarif insentif dan disinsetif listrik. Konsumen listrik akan dikenai tarif lebih mahal yakni 1,6 kali tarif normal jika pemakaian listrik di atas 80 persen angka patokan - yang akan ditetapkan pemerintah, misalnya, pelanggan 450 VA batas maksimal penggunaan 75 kWh. Sebaliknya, pelanggan akan menikmati diskon 20 persen untuk rekening listrik mereka jika pemakaiannya kurang dari batas 80 persen dari angka patokan.

Tulus mengingatkan pemerintah dan PLN bertindak hati-hati dalam penerapan kebijakan tersebut. Alasannya, penerapan tarif disinsentif berpotensi mendorong pencurian listrik. Menurut dia, kelebihan pemakaian sebesar 10 kWh dikalikan formula tarif disinsentif nilainya sekitar Rp 30.000. "Kalau tidak hati-hati, tujuan hemat malah bisa jadi bumerang," katanya.

Selain itu, kata dia, peningkatan pencurian listrik juga bisa mendorong angka susut (loses) lebih tinggi hingga Rp 1 triliun. Pada 2003 setiap satu persen loses sama dengan kehilangan potensi pendapatan Rp 600 miliar.

Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Tjatur Edy mengatakan, kebijakan insentif dan disinsentif berpotensi melanggar peraturan. Alasannya, kebijakan itu memang tidak menaikkan tarif dasar listrik. Namun, meningkatkan pembayaran tarif listrik melalui dis-insentif.

Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN Sunggu Aritonang mengatakan, jika pelanggan menghemat konsumsi listrik 20 persen akan menghemat bahan bakar pembangkit listrik 3,732 juta liter per tahun. Jumlah tersebut sama dengan Rp 18,66 triliun. Angka tersebut didasarkan asumsi harga bahan bakar Rp 5.000 per liter dan pemakaian 0,3 liter per kWh.

Menurut Direktur Utama PLN Eddie Widiono, penghematan dilakukan karena subsidi membengkak akibat kenaikan harga minyak dunia. Subsidi PLN pada tahun ini, kata dia, naik menjadi Rp 65 triliun dari kemampuan anggaran 2008 Rp 55 triliun.

Source

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com