Referensi

Jasa Web Design

Friday, June 13, 2008

Jakarta:Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengakui ada keterlambatan dalam penanggulangan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Berdasarkan keterangan Menteri Purnomo kepada Komisi Hak Asasi Manusia, bila semburan ditangani sejak awal, semburan lumpur tak akan meluas.

“Tapi penanganan awal terbentur biaya” kata anggota Komisi Syafruddin Ngulma Simeuleu usai menerima rombongan Menteri Purnomo di kantornya, Kamis (12/6).

Komisi menilai keterlambatan dalam penanganan semburan mencakup dua hal. Pertama, kata Syafruddin, keterlambatan menutup lubang semburan yang waktu itu waktu itu belum meluas. Kedua, keterlambatan pemindahan pipa milik Pertamina yang dikemudian hari meledak dan menimbulkan korban jiwa.

Kepada Komisi, Menteri Purnomo juga mengatakan Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007 berpotensi menimbulkan konflik. “Bila skema ini dijalankan maka akan timbul persoalan baru,” kata Menteri Purnomo sebagaimana ditirukan Syafruddin.

Persoalan baru yang dimaksud Menteri Purnomo, kata Syafruddin, adalah diskriminasi dalam pembayaran ganti rugi kepada warga di dalam tanggul dan di luar tanggul. Syafruddin menjelaskan, karena sifatnya sumbangan, maka pembayaran dari pemerintah tak lebih besar dari pembayaran ganti rugi Lapindo.

Menurut Syafruddin, pemerintah semestinya memaksa Lapindo Brantas sebagai pihak yang melakukan pengeboran untuk membayar seluruh kerugian. Komisi berpendapat, Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007 mencerminkan pemerintah begitu lemah dalam melindungi rakyatnya. “Kalaupun ganti rugi dari pemerintah, tapi itu talangan,” kata dia. “Suatu saat Lapindo harus melunasinya.”

Namun, dia melanjutkan, pemerintah selalu berdalih belum ada putusan pengadilan yang menyatakan semburan lumpur itu sebagai kesalahan Lapindo.

Padahal, dia melanjutkan, berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1997, perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan harus mengganti kerugian secara mutlak dan seketika. “Tak perlu menunggu putusan tetap pengadilan,” ujarnya.

Kasus ini pernah diproses secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarat Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun secara pidana, kasus ini tengah diproses Pengadilan Negeri Surabaya.

Komisi merekomendasikan pemerintah untuk segera mencabut Peraturan Presiden No. 14 itu. “Peraturan Presiden itu harus diganti dengan aturan lain yang memenuhi hak semua warga,” kata Syafruddin.

Pada pertemuan yang juga dihadiri pejabat dari Badan Pengawas Migas dan Badan Geologi itu dan sejumlah staf ahli itu, Komisi meminta pemerintah menjelaskan prediksi hingga kapan semburan lumpur bisa ditanggulangi dan prediksi munculnya sumber semburan baru. Namun, kata Syafruddin, pemerintah tak memberikan jawaban memuaskan.

Adapun Menteri Purnomo yang meninggalkan kantor Komisi lebih cepat tak banyak memberikan komentar. “Sejauh itu di bawah sektor kami, kami coba jelaskan,” kata dia.

Rencananya, Jumat (13/6) ini giliran PT Minarak Lapindo yang dipanggil Komisi untuk memberikan penjelasan terkait kasus semburan lumpur.

Source



0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com